Katalog Induk Perpustakaan Sekolah

Hotline

Hotline

+6221-5707870
Text

MAJAPAHIT PERADABAN MARITIM

Mengupas sejarah kerajaan Majapahit memang ga ada habisnya. selalu menjadi menarik kajian pakar sejarah, antropolog,arkeolog, satra Jawa yang dilihat dari berbagai sudut pandang keakademisan mereka. Apalagi jika membicarakan kerajaan Majapahit sebagai negara maritim yang tak tergantikan.

Hal yang menarik untuk dikaji adalah bahwa keberhasilan itu salah satunya dengan menerapkan sebuah ideologi yang sangat berharga yaitu persatuan bangsa yang diambil dari akar falsafah Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa yang tertuang dalam kitab Sutasoma karya Rakawi Tantular.

Dengan sangat cerdas Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubumi mampu mengapresiasikan amanat kebhinnekaan itu dengan menetapkan Negara saat itu sebagai Negara Bahari, negara maritim, sebagai konsep strategis bangsa. Kemampuannya menangkap kekayaan bangsa sebagai negara rantai mutu manikam yang dikelilingi perairan luas, Gajah Mada, dengan sangat brilian menetapkan setidaknya tiga hal pada saat dia menduduki jabatan Mahapatih Amangkubumi

Menjadikan Sumpah Amukti Palapa sebagai landasan Garis Besar Perencanaan Strategis Negara dalam melakukan kebijakan Persatuan Bangsa dengan salah satunya menetapkan garis demarkasi, heterogenisasi demografi, peta geografi dan geologi Nusantara Raya seperti yang tertuang dalam Sumpah Amukti Palapa yang diucapkannya di paseban agung Majapahit berdasarkan konsep dasar yang dicanangkan oleh Sri Kertanagara, raja terakhir Singasari.

Dalam hal ini, Gajah Mada dengan cerdas mampu memanfaatkan kekacauan dalam negeri Cina saat itu untuk meminta dukungan penuh dari Kaisar (dinasti Yuan) yang sedang berseteru dengan Hung Wu (yang kelak menggantikan kedinastian Yuan dengan dinasti Ming yang sangat populer itu) di Cina bagi terlaksananya program persatuan Nusantara. Dan Cina saat itu memberikan restu melalui Adityawarman pada dua kunjungan politiknya ke Cina pada tahun 1325 dan 1332.
Membentuk Angkatan Laut yang selama ini belum dimiliki Majapahit secara terorganisir dengan baik yaitu Jaladi Bala sebagai kesatuan militer elit yang disiapkan menjaga seluruh perairan Nusantara dengan cara:

Merekrut prajurit/pasukan secara besar-besaran sekaligus memberikan pendidikan dan pelatihan berdasarkan sumber yang diadaptasi dari Sriwijaya yang terbukti mampu menjadi kerajaan besar di lautan pada zamannya.

Mengadakan dan membangun seluruh fasilitas yang dibutuhkan seperti kelengkapan persenjataan dan kapal-kapal militer

Menciptakan kebijakan, perundangan dan job-description yang sangat jelas terhadap seluruh kesatuan militer saat itu, bersama-sama dengan Bhayangkara dan produk-produk hukum lainnya

Menetapkan Selat Malaka dan pelabuhan besar lain seperti Tuban, Gresik dan lainnya menjadi pelabuhan internasional sebagai pintu perdagangan mancanegara. Hal ini terbukti sangat ampuh, Majapahit berkembang sangat pesat. Selat Malaka menjadi pelabuhan besar dunia. Sebagai warisan bangsa, sampai saat ini Selat Malaka tercatat sebagai pelabuhan teramai di dunia.

Peradaban Maritim Perekat Nusantara
perahu-majapahit01Dalam buku yang ditulis Irawan Djoko Nugroho “ Majapahit : Peradaban Maritim” khusus menyorot kejayaan Maritim Nusantara zaman Majapahit. Berbekal berbagai buku-buku di atas, ditambah buku-buku klasik Cina, Portugis, Arab, serta yang paling penting adalah kitab-kitab babad Nusantara, maka Irawan mengungkap bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan terkaya dan mempunyai jumlah perahu dan kapal terbesar di dunia!

Uniknya,agar tidak terasa sepihak, Irawan Djoko Nugroho tidak hanya merujuk kitab-kitab “intern Majapahit” misalnya, Desawarnana/Negarakertagama, Kidung Ranggalawe, Kidung Harsa-Wijaya, Pararaton, Babad Tanah Jawi dan sebagainya.

Namun juga merujuk kitab-kitab “musuh Majapahit” misalnya Kidung Sundayana, Hikayat Banjar, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Hang Tuah dan sebagainya.Dari situ, terungkaplah berapa jumlah kapal milik Majapahit yang sekitar 2800 perahu/kapal ( minimal ), kerajaan Makasar 200 kapal, kerajaan Siam 100 kapal, kerajaan Cina 100 kapal, kerajaan Portugis 43 kapal.

Kesultanan Malaka ketika melamar putri Majapahit membawa 7 kapal, sebaliknya ketika Majapahit mengantarkan putrinya ke Malaka mengerahkan kapal dalam jumlah besar. Karena tidak disebutkan jumlahnya, bisa kita andaikan minimal 50 kapal.

Juga terungkap dalam buku ini, serangan Tatar-Mongol ke Jawa di bawah perintah Kaisar Terkaya di dunia saat itu, Kubilai Khan, Cuma membawa 1000 kapal, dan ukurannya hanya sedang, bukan kapal besar seperti kepunyaan Majapahit yang mempunyai lebih dari 2800 kapal. Padahal, pengerahan 1000 kapal itu sudah menghabiskan 90 % kekayaan Kekaisaran Mongol.

Maka, tak heran, ketika pasukan Tatar-Mongol dibantai habis oleh pasukan Raden Wijaya, dan sisa-sisa kapal yang Cuma puluhan buah kembali ke negeri China tanpa membawa barang rampasan yang cukup berarti, maka Kekaisaran Mongol langsung bangkrut dan melemah, sehingga tak kuasa menghadapi pemberontakan Raja-raja asli China yang ingin memerdekakan diri dari jajahan Mongol selama puluhan abad.

Minim maritim sungai
Dengan kekayaan informasi mengenai maritim lautan yang sangat berlimpah-limpah, sangat disayangkan kalau pembahasan mengenai “pelayaran sungai” agak diabaikan dalam buku ini.

Padahal ketika masih tahap editing buku ini, saya sudah mengingatkan kepada penulisnya, bahwa pembahasan mengenai “maritim sungai” sangat minim, padahal saya sebagai anak tepi sungai, sangat merasakan, betapa sangat pentingnya sungai di zaman dahulu sebagai urat nadi transportasi perdagangan, pertanian bahkan peperangan.

Karena itu, Prabu Hayam Wuruk, raja Majapahit di era kejayaannya, sampai menerbitkan Prasasti khusus yang mengatur jumlah pelabuhan-pelabuhan sungai di sungai Brantas dan Bengawan Solo, dua sungai paling penting di masa lalu, bahkan sampai tahun 80-an masih sangat penting.

Baru di tahun 90-an, peran sungai digantikan jalan-jalan darat yang mulai dibangun dengan bagus, dan sebaliknya sungai dijadikan pembuangan sampah. Pengkhianatan manusia Indonesia terhadap sungai terus berlangsung sampai sekarang dengan kadar yang sangat kejam. Tidak hanya dijadikan tempat sampah, sungai juga banyak yang diurug dan disempitkan setara got, akibatnya banjir adalah fenomena sehari-hari di negeri “dodolibret” ini.

Semoga, untuk buku yang akan datang, Irawan Djoko Nugroho menumpukan perhatiannya kepada maritim sungai, karena memang untuk hal yang satu ini, hampir belum ada pakar yang membahasnya dengan serius. Mungkin untuk Sungai di Palembang dalam kaitannya dengan Sriwijaya ada beberapa pakar yang membahasnya, namun belum terlalu mendalam. Apalagi mengenai Sungai di Tanah Jawa, yang memang sudah sejak zaman pra-sejarah merupakan urat nadi penting bagi tumbuh-kembangnya Peradaban Manusia.

Pengarang Irawan Djoko Nugroho
Edisi 1
No. Panggil 959.8 IRA m
ISBN/ISSN 9786029346008
Subyek SEJARAH
Indonesia
Klasifikasi 950
Bahasa Indonesia
Penerbit Suluh Nuswantara Bakti
Tahun Terbit 2011
Tempat Terbit Jakarta
Kolasi 422 hlm.: il.; 15 x 23 cm.
Detil Spesifik
Baca Daring